papua
"Bengawan Solo..Riwayatmu Kini..."
http//www.pu.go.id
Menyebut Sungai Bengawan Solo, pastilah terngiang di kepala syair lagu keroncong Bengawan Solo. Lagu karya Gesang ini populer tidak hanya di Jawa bahkan konon hingga ke negeri sakura, Jepang. Ini menjadi bukti riwayat sungai Bengawan Solo merupakan legenda abadi.
Selama ratusan tahun Bengawan Solo telah menjadi urat nadi kehidupan manusia di sepanjang alirannya. Sungai Bengawan Solo membentang sepanjang sekitar 600 km dari hulu yang bersumber dari Pegunungan Sewu di daerah Wonogiri. Sungai ini melintasi berbagai kota di Jawa Tengah hingga bermuara di Jawa Timur. Bahkan, Bengawan Solo menjadi muara bagi ratusan anak sungai kecil yang dilintasi di sekitarnya.
Pada masa lalu, Bengawan Solo digunakan sebagai jalur transportasi. Sungai ini menghubungkan daerah kerajaan Mataram di pedalaman Jawa dengan perairan sekitar Selat Madura di Laut Jawa. Kini, Sungai Bengawan Solo walaupun tidak lagi digunakan sebagai jalur transportasi, tetap memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Sungai ini mampu mengairi ribuan hektar sawah di sepanjang daerah alirannya. Sungai ini juga menyuplai air baku untuk kebutuhan sehari-hari, air industri dan juga sebagai pembangkit tenaga listrik seperti PLTA Gajah Mungkur Wonogiri.
Bengawan Solo tidak hanya menghadirkan cerita indah seperti dalam lirik lagu. Jika ditelusuri dari hulu sampai ke hilirnya, akan terlihat "borok-borok" sungai tersebut. Aliran air kini berubah menjadi deras dan sudah tidak lagi ditemukan adanya lubuk yang dalam. Hal tersebut terjadi karena proses erosi sehingga terjadi pedangkalan aliran air sungai. Akibatnya, jika musim penghujan datang, air meluap dan “menghadiahkan” banjir bagi penduduk sekitar.
Ekosistem Sungai Bengawan Solo Rusak
Kondisi Bengawan Solo kini semakin parah. Pendangkalan ini menjadi semakin parah tatkala ada penggelontoran lumpur dari Waduk Gajah Mungkur yang menjadi hulu sungai Bengawan Solo. Sedimen yang digelontorkan membuat pendangkalan terhadap sungai-sungai yang dalam. Endapan yang masuk alur cukup besar sehingga kedhung atau rongga-rongga menjadi tertutup.
Pendangkalan menjadikan kondisi debit air Bengawan Solo menjadi tidak stabil. Pada waktu musim kemarau Bengawan Solo kekeringan, namun pada musim penghujan air meluap dan mengakibatkan banjir. Selain mengakibatkan pendangkalan, endapan juga menjadikan rusaknya habitat. Rongga-rongga di bengawan, yang biasa jadi tempat biota seperti ikan, udang, atau kerang menjadi tertutup sehingga biota tersebut akan mati.
Selain di badan sungai, kondisi terparah diperkirakan akan terjadi di kawasan muara bengawan. Pendangkalan bisa merambah hingga hutan bakau. Benih-benih ikan, udang, dan hewan air lain, tak lagi punya tempat berlindung jika kawasan bakau itu menjadi dangkal. Jika kondisi ini terus berlanjut, kawasan dangkal tersebut akan menjadi delta atau tanah timbul. Akibatnya selain ekosistem terancam hancur, delta juga potensial menimbulkan sengketa.
Sri Rum Giyarsih, S.Si.,M.Si., staff ahli studi perencanaan pembangunan regional UGM, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa karakteristik sosial ekonomi sebagai determinan pengelolaan DAS Bengawan Solo. Di sini penduduk merupakan faktor yang sangat penting, karena jumlah penduduk pada suatu daerah mempunyai pengaruh potensi penyebab kerusakan lingkungan termasuk kelestarian sumberdaya lahan.
Dari data potensi desa tahun 2000, jumlah penduduk yang tinggal di bagian hulu dan tengah DAS Bengawan Solo mencapai 7,1 juta jiwa. Mereka tersebar di tujuh kabupaten dan satu kota di wilayah Propinsi Jawa Tengah. Jumlah ini bagian dari keseluruhan sekitar 15 juta jiwa lebih yang tinggal di sepanjang DAS Begawan Solo. Dari jumlah tersebut mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian, kecuali di daerah perkotaan.
Di samping itu perkembangan industri baik skala rumah tangga maupun industri besar juga ikut memicu terjadinya perubahan kondisi Bengawan Solo. Dampak negatif yang dimunculkan, terjadi pencemaran sungai akibat proses produksi industri tersebut. Di Solo terdapat 23 sentra industri yang potensial menimbulkan pencemaran lingkungan. Dari 23 industri, 13 di antaranya telah dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), namun belum bekerja secara maksimal.
Bahkan berdasar temuan Monitoring Pencemaran dan Teknologi Lingkungan Lembaga Gita Pertiwi, Sungai Bengawan Solo menjadi bak penerima terakhir atas buangan cair industri yang dialirkan ke sungai-sungai yang tidak mampu mendegradasi limbah. Limbah racun ini mengakibatkan air sungai tidak layak konsumsi dan membunuh habitat yang ada di dalamnya.
Lahan Kritis dan Potensi Banjir di Bengawan Solo
Bengawan Solo memang mendatangkan berkah bagi mereka yang hidup di sekitarnya. Lebih dari 28 persen penduduk berprofesi sebagai petani dan mengandalkan Bengawan Solo sebagai irigasi. Namun diketahui dari 1,9 juta hektar, sekitar 1,13 juta hektar luas tanah sepanjang DAS Bengawan Solo dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Kawasan ini yang kemudian menjadi lahan kritis.
Pada curah hujan yang tinggi, adanya erosi tanah akan diendapkan pada dasar sungai. Sehingga akan menyebabkan proses pendangkalan sungai. Dengan adanya pedangkalan sungai menyebabkan terjadinya luapan air sungai yang berpotensi memperbesar bahaya banjir. Selain pendangkalan akibat lahan kritis, kesadaran penduduk—terutama yang tinggal di daerah bantaran sungai—masih rendah. Bengawan Solo memiliki luas daerah aliran sekitar 20 000 Km persegi, sudah banyak tertutup—selain endapan sedimen lumpur—karena sampah yang menumpuk.
Masalah ini menjadi ancaman dan menurunkan daya dukung ekosistem lingkungan sungai Bengawan Solo. Bila diibaratkan sebagai sebuah sistem yang hidup, ekosistem sungai Bengawan Solo seharusnya memiliki kemampuan purifikasi, yaitu proses pembersihan secara alami. Namun, proses ini hanya bisa berjalan normal jika limbah yang dibuang masih bisa dipecah oleh jasad renik yang ada di sungai.
Namun sebagai sebuah sistem, sungai ini pun memiliki keterbatasan. Ia akan memberi tanda jika sudah tidak sanggup menanggung beban pencemaran yang masuk. Itulah yang antara lain yang kini terlihat di sepanjang alirang sungai Bengawan Solo. Ikan maupun habitat yang bisa mendiami sungai mati karena limbah polusi. Kondisi di badan perairan sungai sudah tidak memungkinkan bagi organisme untuk hidup normal.
Jadi sudah selayaknya jika kita juga semestinya turut menggalakkan kelestarian ekosistem lingkungan khususnya Bengawan Solo. Perlu adanya usaha membangun kesadaran publik. Selian itu juga harus ada kebijakan birokrasi yang aspiratif. Untuk itu perlu dibangun komunikasi aktif antara masyarakat, pemerintah serta stakeholder. Tanpa ada upaya ini, bisa jadi Bengawan Solo hanya akan menjadi legenda yang terkubur oleh perkembangan jaman. Bengawan Solo, beginilah riwayatmu kini. (Lique/sbck)
Kamis, 15 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar